Jumat, 21 Januari 2011

Puisi-Puisi Jurnal Jombangana

Puisi-Puisi Jurnal Jombangana, Nov 2010


Sabda dan Cinta

Oleh: Ali Subhan


glamor mata melihat gambarmu
menghayal jika ada hasrat membunuhku
mengabaikanmu adalah perjuangan terhebat dalam hidupku
hanya untuk merelakan jika dirimu bukan takdirku
bak lidah berlapis dua
bisa membawa cinta menjauh
bisa mengalirkan kebencian di setiap jaringan sel darah
seperti alam yang waktunya bisa berhenti
untuk memberikan ruang bagi dirimu
melihat jalan berembun…. membeku…. menetes ranting
seperti paruh meneguk air dari sumber padang pasir
mencari cahaya dalam sepi
membagi sendiri untuk sepi seperti tiada henti

tidak…. ini harus diakhiri…
tatap matanya telah melumpuhkan benang retinaku
keanggunannya adalah muslihat dibalik kerudungnya
sihir katanya memalingkanku dari hukum jagad raya
kebaikannya bermotif nafsu setan..
aku tidak ingin membagi selain denganNya
aku hanya butuh menggandengnya
untuk bersama menghiba dikaki kekuasaanNya
_________

Amanda Al Kautsar, 2008

Oleh: Robin Al Kautsar

telah lahir anakku yang kedua
ponsel se-dunia menuju ke arahku
“Eureka!”

seperti kakaknya
segera kubawa ia ke mihrab nabi
“Ya Tuhan
jadikanlah pula manusia ini
pembela risalahMu”

di bawah lengkung masjid yang sepi
di 17 anak tangganya yang gagah
para malaikat sudah menunggu
dengan seruling, rebana, harpa
tambur dan timphany
mereka beterbangan memainkan musik purba
“Selamat datang, wahai
kekasih Allah yang baru!”

keesokan paginya
marbut menemukan rangkaian mawar jingga
dan ia bertekad merahasiakannya

Jombang, 23 Juni 2008
__________

Merapi

Oleh: Yusuf Suharto

Lahar panasmu telah mengubah semuanya
Para makhluk dan juga manusia berlarian
Meenyelamatkan diri sebisanya

Siapakah yang tahu gejolak alam
Ketika memang telah ditentukan Tuhan

Wahai manusia
Siapakah yang sanggup menghindarkannya
Mayaat-mayat bergelimpangan
Dan tanpa perbedaan

Rasanya seluruh isi alam ikut menangis
Melihat fenomena hidup yang tak terkuasakan

Bukannya Tuhan itu kejam
Tetapi itulah kemestian
Betapapun pahitnya

Bahwa di balik kedukaan
Ada sejuta hikmah
Yang menuntun manusia menjadi berteguh iman
___________

Tanahku Bukan Milikmu

Oleh: Anjrah Lelono Broto

Bukankah setiap swara miliki gaungnya sendiri? Bukankah
tiap swara yang berdengung yang menyentak yang menjuntai niscaya
akan mencumbu buluh di rerimbun pring petung?
Begitu juga swaramu, anak-anakku.

Bukankah setiap mimpi miliki ujungnya sendiri? Bukankah
mimpi yang berkecambah yang meruah yang mengalir niscaya
akan tersimpan di laci memori pring petung?
Begitu juga mimpimu, anak-anakku.

Bukankah setiap rekah tanah miliki airnya sendiri? Bukankah
rekah tanah yang terlalu memberi ruang yang memberi dendang yang basah niscaya
akan mengubur akar, dahan, hingga dedaun pring petung?
Begitu juga dengan rekah tanah kelahiranmu, anak-anakku.

Berselang waktu,
rerimbun, laci, akar, dahan, hingga dedaun pring petung tersisa bongkah kisah
dalam masa indah tanah tumpah darah.
Berselang waktu, anak-anakku.

Swara-swaramu, mimpi-mimpimu, dan rekah tanah-tanahmu bersendawa dengan nestapa
persenggamaan berlebih tanah dan air. Dhapuran pring petung di sisi kanan
balairung rumah kita tinggal cerita lama terkubur buaian duka lumpur.
Lumpur menjengah telah merampas paksa semua yang berharga dalam hidup kita.

Girilusi, Mei 2010
_____________

Hujan Tadi Malam

Oleh: Zaenal Faudin

Hujan es semalam pecahkan genting
apakah kau dengar petir menyambar
pohon kelapa?
Daun jambu diam berwibawa:
“Kau hanya mimpi, anak muda.”
semalam petir menggelegar menyambar
pohon kelapa, pikirku

Tanah basah segar isyaratkan bahasa
pada kecambah yang semi pagi ini
“Hujan semalam bukanlah mimpi buruk,
hanya hati yang remuk serasa digiring
ke pembuangan Siberia.”

Aku berfikir, apakah tadi malam hujan es
jatuh pecahkan genting?

11 Desember 2007
__________

Rumput; Manfaat dan Kehinaanmu

Oleh : Lailatul Muniroh

Sungguh heran aku …
Kau tipis kecil …
Kau pun mudah tertiup angin
Kau begitu gampang dibabat
Karena kau berakar pendek dan lunak
Kau kesat
Kau begitu hina
Sejak lahirmu kau berada dibawah sandal para manusia
Kau begitu tak beraturan
Karena kau tumbuh dimana-mana
Usiamu pendek
Bagai bulu ketiak manusia yang mudah sekali dicabut
Bentukmu pun bermacam-macam
Hijau, kuning, coklat, violet
Kau mengkilat dedaunmu
Kau bercabang dan bertangkai
Meski begitu kau ciptaan Tuhan
Tiada yang menduga akan manfaatmu
Dengan manfaatmu …
Hewan ternak bisa memakanmu dengan lembut dan lahap
Bahkan manusia pun bisa memanfaatkanmu
Dan kau dapat juga sebagai penahan air
Karena warnamu hijau
Kau sungguh menyegarkan
Para mata yang memandang
Jika kau dijadikan taman di depan rumah
Sayang … kau kotor dan tak berbunga
Karena tempatmu dibawah sandal para makhluk yang lain